Selasa, 20 April 2010

Andai Kartini Khatam Mengaji

Besok khan 21-April hari Kartini, sambil istirahat siang, ini ada sepenggal sharing utk melengkapi pengetahuan kita, siapa itu RA Kartini & darimana istilah Habis Gelap Terbitlah Terang?

Andai Kartini Khatam Mengaji
Sejarah hanyalah saksi bisu yg bergantung pada kacamata orang yg membacanya. Sejarah bisa berarti beda jika kacamata baca manusia juga beda. Adalah sebuah keharusan utk membaca sejarah secara obyektif berdasar fakta. Demikian halnya perjuangan Kartini.


Benarkah Kartini menginginkan kaum wanita mengejar kesetaraan kedudukan dengan kaum laki-laki di semua bidang ?



Obyektifitas adalah syarat utama mengkaji sejarah. Tanpa ada semangat obyekti fitas, sebuah sejarah dapat dimaknai dan disalahgunakan sesuai kepentingan pihak yg bersangkutan. Untuk mendukung sebuah pendapat atau mewujudkan sebuah tujuan, kisah sejarah bisa dipenggal, dihilangkan atau justru ditambahi penekanan pada bagian2 tertentu. Penyusunan sejarah seperti ini hanya akan mengantarkan masyarakat kepada sebuah kesimpulan yang salah, bukan kpd pelajaran sebenar nya yg ada dibalik kisah kehidupan sang tokoh.



Demikian halnya dengan sejarah perjuangan R.A Kartini. Selama ini yang dipahami dan dicatat dari perjuangan Kartini adalah semangat emansipasi guna menjadikan kaum wanita punya hak sama dan sejajar dgn kaum laki-laki. Shg yg terlihat kemudian adalah wanita Indonesia yg tergopoh-gopoh untuk menempatkan diri pada posisi2 yg didominasi oleh kaum pria. Kata "emansipasi" telah bergeser kearah liberal, gender, feminisme dan ide-ide penentangan thd fitrah kaum wanita yang memang berbeda dengan lawan jenisnya.


Kartini, Antara Dominasi Adat dan Pengaruh Barat

Menelisik kehidupan seorang tokoh tak terlepas dari lingkungan internal dan eksternal yg membentuk kepribadiannya. Kartini tumbuh dlm dua suasana dan pemikiran yg saling bertentangan satu dgn yang lain. Sebagai keturunan ningrat, Kartini tumbuh di lingkungan yg kuat dengan adat istiadat. Di satu sisi, keningratan yg ada padanya, memungkinkan Kartini untuk memiliki teman-teman Belanda yg mengagungkan kebebasan. Dari surat2 Kartini yg dihimpun, nampak bhw jalinan persahabatan ini telah menyumbangkan sebuah pemikiran tersendiri bagi perkembangan dirinya.


Kartini tumbuh di lingkungan Jawa yg teguh memegang adat-istiadat. Di tengah kuatnya dominasi adat, Kartini berani berdiri untuk menantang semua adat itu. " Peduli apa aku dengan segala tata cara itu...semua itu bikinan manusia, dan menyiksa diriku saja. Kau tidak dapat membayangkan bagaimana rumitnya etiket keningratan Jawa itu..tapi sekarang mulai aku, antara kami (Kartini, Roekmini, dan Kardinah) tidak ada tata cara lagi. Perasaan kami sendiri yg akan menentu kan sampai batas-batas mana cara liberal itu boleh dijalankan " (Surat Kartini kepad Stella, 18-Agustus-1899).


Kartini memahami bahwa setiap manusia sederajat, mereka berhak untuk mendapat perlakuan yang sama. Kartini menolak adat Jawa yg membedakan manusia berdasarkan asal keturunannya. Kebencian Kartini terhadap segala bentuk etiket yg diskriminatif, mendorongnya utk meng intip nilai-nilai yg berlaku di kalangan teman2 Belandanya. Kartini menganggap bahwa peradaban mereka lebih tinggi dibanding rakyat Jawa. Hal ini terungkap dari petikan suratnya " Orang kebanyakan meniru kebiasaan orang baik2; orang baik2 itu meniru perbuatan orang yg lebih tinggi lagi, mereka itu meniru yang tertinggi pula ialah orang Eropa " (Surat kepada Stella, 25 Mei 1899).


Tak salah jika Kartini punya kesimpulan itu. Belanda berhasil menanamkan rasa rendah diri ke orang pribumi. Diskriminasi yg dilakukan Belanda telah mengajarkan bhw pribumi atau bangsa Timur adalah rendah dan bangsa Barat adalah mulia.



Kartini menyimpulkan bhw pangkal kemunduran & rasa rendah diri yang dialami masyarakat adalah minimnya pendidikan yg mereka dapt. Kaum pribumi adalah kaum terbelakang dan bodoh. Pendidikan jadi hak paten kalangan ningrat dan para penjajah. Titik tolak perjuangan Kartini diawali dengan membenahi pendidikan di kalangan pribumi, tak terkecuali kaum wanita. Kartini membuat nota yg berjudul " Berilah Pendidikan Kepada Bangsa Jawa " kepada pemerintah kolonial. Dalam nota itu, Kartini mengajukan kritik dan saran kepada hampir semua Departemen Pemerintah Hindia Belanda, kecuali Dept Angkatan Laut (Marine). Kartinipun merasa perlu utk belajar ke Barat. "Aku mau meneruskan pendidikanku ke Holland, karena Holland akan menyiapkan aku lebih baik untuk tugas besar yg telah kupilih" (Surat kepada Ny. Ovink Soer, 1900). Barat telah menjadi panutan dan kiblat Kartini untuk melepaskan diri dari kungkungan adat. " Pergi ke Eropa. Itulah cita2ku sampai nafasku yang terakhir " (Surat Kartini kepada Stella, 12 Januari 1900). Namun cita2 ini harus kandas di tangan para sahabat2nya yg tak ingin Kartini memiliki pemahaman lebih maju lagi.


Pergolakan Pemikiran Setelah Mengenal Islam

Sulit bagi Kartini bertahan di lingkungan yang bertentangan dgn pemikirannya. Di tengah kuatnya kungkungan adat dan derasnya serangan pemikiran Barat, Kartini mencoba mencari jawaban. Tahun2 terakhir sebelum wafat, Kartini menemukan jawaban atas pertanyaan2 yang bergolak dalam pemikirannya. Ia mencoba mendalami ajaran yg dianutnya, yaitu Islam. Ajaran Islam pada awalnya tak mendapat tempat di benak Kartini. Hal ini dikarenakan pengalaman yang tak mengenakkan dgn Sang ustadzah. Sang ustadzah menolak menjelaskan makna ayat yang sedang diajarkan.


" Mengenai agamaku Islam, Stella, aku harus cerita apa ? Islam melarang umatnya mendiskusikan dgn umat agama lain. Lagi pula sebenarnya agamaku karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, kalau aku tak mengerti, tidak boleh memahami? Al Quran terlalu suci, tak boleh diterjemahkan kedalam bahasa apapun. Disini tak ada orang yg ngerti bahasa Arab .


Di sini orang diajar baca Quran tapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilakah, orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yg di bacanya. Sama halnya seperti engkau ajarkan aku bahasa Inggris, aku harus hafal kata demi kata, tapi tidak satu patah katapun yang kau jelaskan kepadaku apa artinya. nggak jadi orang solehpun tidak apa2, asalkan jadi orang baik hati, bukankah begitu Stella ?" (Surat Kartini kepada Stella, 6 November 1899).


Namun, pertemuannya dengan KH Mohammad Sholeh bin Umar, seorang ulama besar dari Darat Semarang, telah merubah segalanya. Kartini tertarik pada terjemahan Surat Al Fatihah yg disampaikan sang kyai. Kartinipun mendesak salah satu paman untuk menemaninya bertemu sang kyai. Berikut adalah petikan dialog antara Kartini dan Kyai Sholeh Darat, yang ditulis oleh Nyonya Fadhila Sholeh, cucu Kyai Sholeh Darat.


" Kyai, perkenankanlah saya bertanya, bagaimana hukumnya bila seorang yang berilmu, tapi menyembunyikan ilmunya?" Tertegun Kyai Sholeh Darat mendengar pertanyaan Kartini yang diajukan secara diplomatis itu. "Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?" Kyai Sholeh Darat balik bertanya. "Kyai, selama hidupku baru kali ini aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama, dan induk Al-Quran yg isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan main rasa syukur hatiku kpd Allah, namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran AlQuran dalam bahasa Jawa. Bukankah AlQuran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia? "


Setelah pertemuannya dgn Kartini, Kyai Sholeh Darat tergugah utk menerjemah kan Quran dalam bahasa Jawa. Pada hari pernikahan Kartini, Kyai Sholeh Darat menghadiahkan terjemahan Al-Quran (Faizhur Rohman Fit Tafsiril Quran), jilid I yang terdiri dari 13 juz, mulai dari surat Al-Fatihah sampai surat Ibrahim. Mulailah Kartini mempelajari Islam dalam arti yang sesungguhnya. Tapi sayang tidak lama setelah itu Kyai Sholeh Darat meninggal dunia, sehingga belum selesai diterjemahkan seluruh Al Quran ke dalam bahasa Jawa.


Andai saja Kartini sempat mempelajari keseluruhan ajaran Islam (Al Quran) maka tidak mustahil jika ia akan menerapkan semaksimal mungkin semua kandungan ajarannya. Kartini sangat berani untuk berbeda dgn tradisi adatnya yang sudah terlanjur mapan. Kartini juga memiliki modal ketaatan tinggi terhadap ajaran Islam. Pada mulanya beliau adalah sosok paling keras menentang poligami. Tetapi setelah mengenal ajaran Islam, beliau mau menerimanya.


Upaya Meneladani Kartini

Upaya untuk menerjemahkan perjuangan Kartini oleh kaum wanita sekarang ini nampaknya telah melampaui batas. Petikan surat Kartini berikut ini menegaskan kesalahan penterjemahan kaum wanita Indonesia.


" Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama " (Surat Kartini kepada Prof. Anton Dan Nyonya, 4 Oktober 1902).


Tak ada sepatah katapun dalam surat tersebut yang mengajarkan wanita untuk mengejar persamaan hak, kewajiban, kedudukan dan peran agar sejajar dengan kaum pria. Kartini memahami bahwa kebangkitan seseorang ditandai oleh kebangkitan cara berfikirnya. Kartini mengupayakan pengajaran dan pendidikan bagi wanita semata-mata demi kebangkitan berfikir kaumnya agar lebih cakap menjalankan kewajibannya sebagai seorang wanita.


Atas nama perjuangan Kartini, para wanita justru terjebak pada nilai2 liberalisasi dan ide Barat yg justru ditentang sang pahlawan. Perjuangan yg kini dilakukan oleh para feminis, pembela hak-hak wanita sangat jauh dari ruh perjuangan Kartini. Kartini tidak menuntut persamaan hak dalam segala bidang. Kartini hanya menuntut agar kaum wanita diberi hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tak lebih dari itu.


Kartini bertekad untuk menjadi seorang muslimah yang baik dengan memenuhi seruan Surat Al Baqarah 193. Minazh-Zhulumaati ilan Nuur yang berarti dari gelap kepada cahaya telah mendoronganya untuk merubah diri dari pemikiran yang salah kepada ajaran Allah. Tak berlebihan jika kita menyimpulkan bahwa tujuan Kartini adalah mengajak setiap wanita untuk menjadi muslimah yang memegang teguh ajaran agamanya.


"..., tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu2nya yg paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna ? dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik hal yg indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yg sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban ?" (Surat Kartini kepada Ny. Abendanon, 27 Oktober 1902).



Sumber: Berbagai Sumber

Senin, 08 Februari 2010

Faktur Pajak

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Faktur Pajak dapat berupa:
1. Faktur Pajak Standar;
2. Faktur Pajak Sederhana; atau
3. Dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak Standar dan
4. Faktur Penjualan yang dapat dipersamakan dengan Faktur Pajak Standar.



FAKTUR PAJAK STANDAR
Faktur Pajak Standar adalah Faktur Pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Bentuk dan ukuran Faktur Pajak Standar disesuaikan dengan kepentingan PKP.
b. Setiap Faktur Pajak Standar harus menggunakan Kode dan Seri Faktur Pajak yang telah ditentukan di dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor: Per-159/ PJ./2006 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, tata Cara Penyampaian, dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar, yaitu:

Kode Faktur Pajak Standar terdiri dari:
1. 2 (dua) digit Kode Transaksi;
2. 1 (satu) digit Kode Status; dan
3. 3 (tiga) digit Kode Cabang.
Khusus Pengusaha Kena Pajak yang dipusatkan secara jabatan pada Kantor Pelayanan Pajak yang menerapkan Sistem Administrasi Modern (SAM), Kode Cabang ditentukan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak tersebut dan wajib memberitahukan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pemusatan pajak terutang dilakukan paling lambat sebelum Faktur Pajak diterbitkan.

Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari:
1. 2 (dua) digit Tahun Penerbitan; dan
2. 8 (delapan) digit Nomor Urut.

c. Dalam Faktur Pajak Standar harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang paling sedikit memuat :
1) Nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP;
2) Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP;
3) Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
4) PPN yang dipungut;
5) PPn BM yang dipungut;
6) Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
7) Nama, jabatan dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

d. Faktur Pajak Standar paling sedikit dibuat dalam rangkap dua yaitu :
- Lembar ke-1 : Untuk Pembeli BKP atau Penerima JKP sebagai bukti Pajak Masukan.
- Lembar ke-2 : Untuk PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Standar sebagai bukti Pajak Keluaran.
Dalam hal Faktur Pajak Standar dibuat lebih dari rangkap dua, maka harus dinyatakan secara jelas penggunaannya dalam lembar Faktur Pajak yang bersangkutan.

e. Dalam hal rincian BKP atau JKP yang diserahkan tidak dapat ditampung dalam satu Faktur Pajak, maka PKP dapat membuat Faktur Pajak dengan cara
- Dibuat lebih dari satu Faktur Pajak yang masing-masing menggunakan kode dan nomor seri Faktur Pajak yang sama.ditandatangani setiap lembarnya, dan khusus untuk pengisian baris Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termijn, Potongan Harga, Uang Muka yang telah diterima, Dasar Pengenaan Pajak, dan PPN cukup diisi pada lembar Faktur Pajak terakhir; atau
- Dibuat satu Faktur Pajak asalkan menunjuk nomor dan tanggal Faktur Penjualan yang bersangkutan dan faktur penjualan tersebut merupakan lampiran Faktur Pajak yang tidak terpisahkan.

f. PKP wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama pejabat (dapat lebih dari 1 orang) yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai contoh tandatangannya kepada Kepala KPP di tempat PKP dikukuhkan paling lambat pada saat pejabat yang berhak menandatangani mulai menandatangani Faktur Pajak Standar.

g. Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan yang pengisiannya sesuai dengan ketentuan pada huruf c di atas dapat dipersamakan sebagai Faktur Pajak Standar.

h. Atas Faktur Pajak Standar yang cacat, atau rusak, atau salah dalam pengisian, atau penulisan, atau yang hilang, PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Standar tersebut dapat membuat Faktur Pajak Standar Pengganti.

FAKTUR PAJAK SEDERHANA
Faktur Pajak Sederhana adalah bukti pungutan pajak yang dapat dibuat oleh PKP dalam hal PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, dan penyerahan BKP dan atau JKP kepada pembeli BKP atau penerima JKP yang tidak diketahui identitasnya secara lengkap.

Pembuatan Faktur Pajak Sederhana harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Faktur Pajak Sederhana paling sedikit harus memuat;
- Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP dan atau JKP;
- Jenis dan kuantum BKP dan atau JKP yang diserahkan;
- Jumlah Harga Jual atau Peggantian yang sudah termasuk PPN atau besarnya PPN dicantumkan secara terpisah;
- Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana.

b. Bentuk Faktur Pajak Sederhana dapat berupa bon kontan, Faktur Penjualan, segi cash register, karcis, kuitansi atau tanda bukti penyerahan/pembayaran lain yang sejenis.

c. Faktur Pajak Sederhana dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap dua:
- Lembar ke-1 : Untuk pembeli BKP/ penerima JKP.
- Lembar ke-2 : Untuk arsip PKP yang bersangkutan.
Faktur Pajak Sederhana dianggap telah dibuat rangkap dua atau lebih dalam hal Faktur Pajak Sederhana tersebut dibuat dalam satu lembar yang terdiri dari dua atau lebih bagian atau potongan yang disediakan untuk disobek atau dipotong, seperti yang terjadi pada karcis.

d. Faktur Pajak Sederhana tidak dapat digunakan oleh pembeli BKP atau penerima JKP sebagai dasar untuk pengkreditan Pajak Masukan.
e. Faktur Pajak Sederhana yang tidak memenuhi kriteria huruf a, merupakan Faktur Pajak yang tidak lengkap.
f. Faktur Pajak Standar yang diisi tidak lengkap bukan merupakan Faktur Pajak Sederhana.




DOKUMEN TERTENTU YANG DITETAPKAN SEBAGAI FAKTUR PAJAK STANDAR
Dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar paling sedikit harus memuat :
a. Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen;
b. Nama dan alamat penerima dokumen;
c. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam hal penerima dokumen adalah sebagai WP Dalam Negeri;
d. Jumlah satuan barang apabila ada;
e. Dasar Pengenaan Pajak;
f. Jumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor.

Dokumen-dokumen tersebut di bawah ini sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut di atas diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar, yaitu:
a. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang dilampiri surat setoran pajak dan atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk impor Barang Kena Pajak;
b. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah difiat muat oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut;
c. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/ dikeluarkan oleh BULOG/ DOLOG untuk penyaluran tepung terigu;
d. Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat/ dikeluarkan oleh Pertamina untuk penyerahan BBM dan atau bukan BBM;
e. Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi;
f. Ticket, Tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang dibuat/ dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;
g. Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean;
h. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/ dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhan;
i. Tanda pembayaran atau kuitansi listrik.



LARANGAN MEMBUAT FAKTUR PAJAK
Orang Pribadi atau Badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat Faktur Pajak.

SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK STANDAR
Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat:
a. pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran diterima setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
b. pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
c. pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
d. pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau e.pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK GABUNGAN
Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lambat:
a. pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, dalam hal pembayaran baik sebagian atau seluruhnya terjadi setelah berakhirnya bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; atau
b. pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, dalam hal pembayaran baik sebagian atau seluruhnya terjadi sebelum berakhirnya bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK SEDERHANA
Faktur Pajak Sederhana harus dibuat pada saat :
- Penyerahan BKP dan atau saat penyerahan JKP, atau
- Pada saat pembayaran apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP dan atau JKP.

TATA CARA PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK STANDAR YANG HILANG
Atas Faktur Pajak Standar yang hilang dapat dilakukan
penggantian dengan cara sebagai berikut:
1. Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dapat mengajukan permohonan tertulis untuk meminta copy dari Faktur Pajak Standar yang hilang kepada Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dengan tembusan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan dan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan;

2. Berdasarkan permohonan dari Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak membuat copy dari arsip Faktur Pajak Standar yang disimpan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak, untuk dilegalisir oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan. Copy dibuat dalam rangkap 2 (dua), yaitu :
- Lembar ke-1 : diserahkan ke Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak melalui Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak.
- Lembar ke-2 : arsip Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan

3. Legalisir diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan setelah meneliti asli arsip Faktur Pajak Standar dan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak tersebut.

4. Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan wajib melakukan penelitian atas Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak untuk meyakinkan bahwa Faktur Pajak Standar yang dilaporkan hilang tersebut sudah dikreditkan sebagai Pajak Masukan.



TATA CARA PEMBETULAN FAKTUR PAJAK STANDAR YANG RUSAK ATAU CACAT ATAU SALAH DALAM PENGISIAN ATAU SALAH DALAM PENULISAN

1. Atas permintaan Pengusaha Kena Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak atau atas kemauan sendiri, Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak membuat Faktur Pajak Standar Pengganti terhadap Faktur Pajak Standar yang rusak, cacat, satah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan.

2. Pembetulan Faktur Pajak Standar yang rusak, cacat, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan tidak diperkenankan dengan cara menghapus, atau mencoret, atau dengan cara lain, selain dengan cara membuat Faktur Pajak Standar Pengganti sebagaimana dimaksud dalam butir 1.

3. Penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Standar Pengganti dilaksanakan seperti penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Standar yang biasa sesuai dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar yang telah ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor: Per-159/PJ./2006 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, tata Cara Penyampaian, dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar.

4. Faktur Pajak Standar Pengganti sebagaimana dimaksud pada butir 1, diisi berdasarkan keterangan yang seharusnya dan dilampiri dengan Faktur Pajak Standar yang rusak, cacat, salah dalam penulisan atau salah dalam pengisian tersebut.

5. Pada Faktur Pajak Standar Pengganti sebagaimana dimaksud pada butir 1, dibubuhkan cap yang mencantumkan Kode dan Nomor Seri serta tanggal Faktur Pajak Standar yang diganti tersebut. Pengusaha Kena Pajak dapat membuat cap tersebut seperti contoh berikut. Kode dan Nomor Seri serta tanggal Faktur Pajak Standar yang diganti dapat diisi dengan cara manual. Faktur Pajak Standar yang diganti :
Kode dan Nomor Seri : …………….
Tanggal : ………………

6. Penerbitan Faktur Pajak Standar Pengganti mengakibatkan adanya kewajiban untuk membetulkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak terjadinya kesalahan pembuatan Faktur Pajak Standar tersebut.

7. Faktur Pajak Standar Pengganti dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada :
a. Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak Standar yang diganti, dengan mencantumkan nilai setelah penggantian; dan
b. Masa Pajak diterbitkannya Faktur Pajak Standar Pengganti tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN dan PPn BM, untuk menjaga urutan Faktur Pajak Standar yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak.

8. Pelaporan Faktur Pajak Standar Pengganti pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 7 huruf a dan b, harus mencantumkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar yang diganti pada kolom yang telah ditentukan.



TATA CARA PEMBATALAN FAKTUR PAJAK STANDAR
1. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak Standar-nya telah diterbitkan, maka Faktur Pajak Standar tersebut harus dibatalkan.

2. Pembatalan transaksi harus didukung oleh bukti atau dokumen yang membuktikan bahwa telah terjadi pembatalan transaksi. Bukti dapat berupa pembatalan kontrak atau dokumen lain yang menunjukkan telah terjadi pembatalan transaksi.

3. Pengusaha Kena Pajak Penjual yang melakukan pembatalan Faktur Pajak Standar harus memiliki bukti dari Pengusaha Kena Pajak Pembeli yang menyatakan bahwa transaksi dibatalkan.

4. Faktur Pajak Standar yang dibatalkan harus tetap diadministrasi (disimpan) oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual yang menerbitkan Faktur Pajak Standar tersebut.

5. Pengusaha Kena Pajak Penjual yang membatalkan Faktur Pajak Standar harus mengirimkan surat pemberitahuan dan copy dari Faktur Pajak Standar yang dibatalkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak Penjual dikukuhkan dan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak Pembeli dikukuhkan.

6. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Penjual belum melaporkan Faktur Pajak Standar yang dibatalkan di dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, maka Pengusaha Kena Pajak Penjual harus tetap melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPn BM.

7. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Penjual telah melaporkan Faktur Pajak Standar tersebut dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagai Faktur Pajak Keluaran, maka Pengusaha Kena Pajak Penjual harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak yang bersangkutan, dengan cara tetap melaporkan Faktur Pajak Standar yang dibatalkan tersebut dan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPn BM.

8. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Pembeli telah melaporkan Faktur Pajak Standar yang dibatalkan tersebut dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagai Faktur Pajak Masukan, maka Pengusaha Kena Pajak Pembeli harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak yang bersangkutan, dengan cara tetap melaporkan Faktur Pajak Standar yang dibatalkan tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPn BM.

Dikutip dari http://forever2705.wordpress.com/2009/06/09/faktur-pajak/

Kamis, 31 Desember 2009

SIAPA SAJA YANG DAPAT MENJADI TANGGUNGAN DLM PTKP

TANGGUNGAN YANG DAPAT DIPERHITUNGKAN DALAM PTKP
TRIYANI BUDIANTO.

Pendahuluan

Dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak, bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri diberikan pengurang berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) disesuaikan dengan banyaknya anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya bagi wajib pajak yang bersangkutan. Dalam tulisan ini, penulis mengulas tentang Tanggungan Wajib Pajak yang dapat diperhitungkan dalam menghitung besarnya Penghasilan tidak kena pajak.

Key words : Tanggungan Waiib Pajak, PenghasilanTidak Kena Pajak.

Besarnya PTKP

Penghasilan tidak kena pajak merupakan pengurang yang diberikan untuk menghitung besarnya Laba Kena Pajak (penghasilan kena pajak) bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Penghasilan tidak kena pajak diberikan bagi wajib pajak orang pribadi, baik yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas maupun wajib pajak yang tidak melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas.

Besarnya Penghasilan tidak kena pajak telah mengalami beberapa kali perubahan. Besarnya PTKP yang berlaku sejak tahun pajak 2009, sebagaimana diatur dalam pasal 7 Undang-undang PPh Nomor 36 tahun 2008 adalah sebagai berikut :
a. Rp 15.840.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak;
b. Rp 1.320.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
c. Rp 15.840.000,00 (dua belas juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami;
d. Rp 1.320.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak anqkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

Untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak dari Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, penghasilan netonya dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Disamping untuk dirinya, kepada Wajib Pajak yang sudah kawin diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Bagi Wajib Pajak yang isterinya menerima atau memperoleh penghasilan yang digabung dengan penghasilannya, maka Wajib Pajak tersebut mendapat tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk seorang isteri sebesar Rp 15.840.000,00 (dua belas juta rupiah).

Wajib Pajak yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus yang menjadi tanggungan sepenuhnya, misalnya orang tua, mertua, anak kandung, anak angkat, diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk paling banyak 3 (tiga) orang.

Penghitungan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak ditentukan menurut keadaan Wajib Pajak pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak.

Contoh :
Pada tanggal 1 Januari 2009 Wajib Pajak B berstatus kawin dengan tanggungan 1 (satu) orang anak. Apabila anak yang kedua lahir setelah tanggal 1 Januari 2009, maka besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan Wajib Pajak B untuk tahun pajak 2009 tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan 1 (satu) anak.

Pada tanggal 2 Januari 2009 Orang Tua Wajib Pajak C (yang di tanggung sepenuhnya oleh C) meninggal dunia. Wajib Pajak C telah menikah tahun 1999 dan mempunyai seorang anak yang lahir pada tahun 2000. Karena Orang Tua C meninggal tanggal 2 Januari 2009, maka untuk tahun 2009 PTKP bagi wajib pajak C tetap memperhitungkan Oangtuanya sebagai tambahan tanggungan atau dianggap sebagai K/2

Tambahan PTKP Untuk Anggota Keluarga Sedarah dan Semenda yang menjadi tanggungan

Wajib Pajak yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk paling banyak 3 (tiga) orang. Yang dimaksud dengan anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak.

Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pengertian kekeluargaan sedarah adalah pertalian kekeluargaan antara orang-orang dimana yang seorang adalah keturunan dari yang lain, atau antara orang-orang yang mempunyai bapak asal yang sama. Hubungan kekeluargaan sedarah dihitung dengan jumlah kelahiran. Setiap kelahiran disebut derajat. Urutan derajat yang satu dengan derajat yang lain disebut garis. Garis lurus adalah urutan derajat antara orang-orang dimana yang satu merupakan keturunan dari yang lain.

Dalam Garis lurus, dibedakan garis lurus kebawah dan garis lurus keatas. Garis lurus kebawah merupakan hubungan antara bapak-asal dan keturunannya; sedangkan garis lurus keatas adalah hubungan antara seseorang dan mereka yang menurunkannya.
Sedangkan Kekeluargaan semenda adalah suatu pertalian kekeluargaan karena perkawinan, yaitu pertalian antara salah seorang dari suami-istri dan kelurga sedarah dari pihak lain. Derajat kekeluargaan semenda dihitung dengan cara yang sama seperti cara menghitung derajat kekeluargaan sedarah.

Skema hubungan keluarga sedarah dan keluarga semenda dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Hubungan Sedarah :
a. Lurus satu derajat : Ayah, Ibu, Anak kandung
b. Kesamping satu derajat : Saudara Kandung (kakak, Adik kandung)

2. Hubungan Semenda :
a. Lurus satu derajat : Mertua, Anak Tiri
b. Kesamping satu derajat : Saudara Ipar (Adik Ipar, kakak Ipar)

Berdasarkan skema tersebut, yang termasuk dalam pengertian keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus yaitu : ayah, ibu dan anak kandung. Sedangkan yang termasuk dalam pengertian keluarga semenda dalam garis keturunan lurus yaitu: ayah mertua, ibu mertua dan anak tiri.

Anggota keluarga sedarah dan semenda berikut ini tidak dapat diperhitungkan sebagai tanggungan untuk penghitungan tambahan PTKP.
• Saudara kandung, karena termasuk dalam pengertian keluarga sedarah kesamping satu derajat;
• Saudara ipar, karena termasuk dalam pengertian keluarga semenda kesamping satu derajat;
• Saudara dari bapak/ibu, karena tidak termasuk dalam pengertian keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus

Anak yang telah memiliki penghasilan sendiri

Dalam menghitung penghasilan kena pajak, penghasilan anak yang belum dewasa, digabung dengan penghasilan orang tuanya. Dengan demikian, meskipun anak tersebut telah memiliki penghasilan sendiri dalam menghitung PTKP tetap diperhitungkan sebagai tanggungan wajib pajak (orang tuanya). Pengertian belum dewasa menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya. Sedangkan menurut Undang-undang pajak adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.
Penghasilan yang diperoleh atau diterima anak yang telah dewasa (telah berumur 18 tahun atau lebih) akan dikenakan pajak tersendiri. Anak yang telah berumur 18 tahun atau lebih dan telah memperoleh penghasilan sendiri, tidak lagi diperhitungkan sebagai tanggungan dalam menghitung besarnya PTKP.

Sebaliknya apabila wajib pajak mempunyai anak yang telah berumur 18 tahun atau lebih, tetapi masih menjadi tanggungan sepenuhnya wajib pajak (dan belum menikah), anak tersebut masih diperhitungkan sebagai tanggungan Wajib Pajak dalam menghitung besarnya PTKP.

Tambahan PTKP Untuk Anak Angkat

Selain untuk anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat, tambahan PTKP juga diberikan untuk wajib pajak yang memiliki tanggungan anak angkat. Namun demikian jumlah tanggungan yang diperhitungkan dalam PTKP dibatasi maksimum 3 orang.

Pengertian anak angkat yang dapat diperhitungkan dalam perundang-undangan pajak ditentukan dengan kriteria sebagai berikut :
a. seseorang yang belum dewasa;
b. yang tidak tergolong keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus dari Wajib Pajak;
c. dan menjadi tanggungan sepenuhnya dari Wajib Pajak.

Pengertian menjadi tanggungan sepenuhnya menurut Undang-undang Pajak Penghasilan berdasarkan keadaan yang dapat terlihat dari keadaan yang nyata yaitu :
• tinggal bersama-sama dengan Wajib Pajak;
• nampak secara nyata tidak mempunyai penghasilan sendiri;
• tidak pula turut dibantu oleh lain-lain anggota keluarga atau oleh orang tuanya sendiri.

Sedangkan kalau Wajib Pajak sekedar menyumbang, membantu, bertanggung jawab dan sebagainya, maka tidak termasuk dalam menjadi tanggungan sepenuhnya.

PTKP Untuk Karyawati Kawin dan Wajib Pajak yang Belum Menikah.

Dalam hal karyawati kawin, PTKP yang dapat dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri. Namun demikian, bagi karyawati kawin yang menunjukkan keterangan tertulis dari Pemerintah Daerah setempat (serendah-rendahnya kecamatan) bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, selain PTKP untuk dirinya sendiri diberikan tambahan PTKP sebesar Rp. 1.320.000,00 setahun atau Rp. 110.000,00 sebulan dan ditambah PTKP untuk keluarganya yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
Bagi karyawan atau karyawati yang belum berkeluarga (TK) untuk pengurangan PTKP disamping untuk diri karyawan atau karyawati dapat pula memperoleh tambahan pengurangan PTKP untuk anggota keluarga sedarah dan semenda, termasuk anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya maksimal 3 orang.

Penutup

Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat diimpulkan bahwa tanggungan yang dapat diperhitungkan dalam menghitung PTKP Wajib Pajak Orang Pribadi harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Merupakan anggota keluarga sedarah atau keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat (baik keatas maupun kebawah).
2. Anggota keluarga tersebut tidak memperoleh penghasilan dan menjadi tanggungan sepenuhnya wajib pajak.
3. Anak yang belum dewasa, berumur kurang dari 18 tahun dan belum pernah menikah, meskipun telah memiliki penghasilan sendiri.
4. Untuk anak angkat (Selain anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis lurus) yang dapat diperhitungkan dalam PTKP adalah anak angkat yang belum dewasa (kurang dari 18 tahun) dan menjadi tanggungan sepenuhnya wajib pajak.

PTKP dihitung berdasarkan keadaan pada awal tahun. Semua perubahan jumlah tanggungan wajib pajak (baik penambahan maupun pengurangan) yang terjadi selama tahun berjalan diperhitungkan pada tahun pajak berikutnya.

Daftar Pustaka

Triyani blog

UU No.36 Tahun 2008

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004 tanggal 29 November 2004 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak

Redaksi PT Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1989. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia. Jakarta : PT Intermasa.

Surat Dirjen Pajak Nomor S-112/PJ.41/1995 tanggal 29 Agustus 1995 tentang Penghasilan Tidak Kena Pajak

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang nomor 17 tahun 2000.

Dimutakhirkan oleh: Abu Fayeza



Kamis, 10 Desember 2009

KOIN KEADILAN UNTUK PRITA

Marilh kita berpartisipasi untuk membantu Ibu Prita atas ketidakadilan yang menimpa Beliau. Tidak tertutup kemungkinan suatu saat hal tersebut dapat menimpa keluarga, teman, atau bahkan kita sendiri. Mari kita hidupkan solidaritas masyarakat Indonesia cinta keadilan.

Smoga Saudara kita lainnya yang mengalami hal seperti Ibu Prita juga mendapat perhatian.

Salam,
Abu Fayeza.


Kamis, 19 November 2009

Investasi dengan tarif pajak yang rendah

Ada berbagai jenis pajak yang terkait investasi portofolio, khususnya pajak penghasilan. Ada instrumen investasi yang bebas pajak, ada yang terkena tarif final terhadap keseluruhan transaksi, ada yang dikenakan tarif final terhadap penghasilan, ada juga pengenaan pajak yang tertunda. Terakhir, saya akan sampaikan jenis portofio yang terkena pajak dengan tarif umum.

Pertama, yang bebas pajak. Salah satunya adalahreksadana pendapatan tetap. Berdasarkan Undang-undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh) pasal 4 ayat 3 huruf j, bunga obligasi yang diperoleh reksa dana bukan objek pajak selama lima tahun. Artinya, sama dengan tidak kena pajak.

Sehingga, hasil keuntungan dari penjualan kembali reksa dana pendapatan tetap berbentuk kontrak investasi kolektif (KIK) tidak dikenakan pajak. Sayangnya, pemerintah mengusulkan untuk mencabut pembebasan ini. Tetapi paling tidak, selama 2006 ketentuan itu masih berlaku. Kita tidak tahu bagaimana tahun 2007. apakah DPR menyetujui pencabutan itu atau mempertahankan pasal ini agar tetap ada.

Selanjutnya, asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna dan beasiswa. Dasarnya adalah Pasal 4 ayat 33 UU PPh yang menyatakan pembayaran asuransi bukan objek pajak. Teori umumnya seperti ini, kalau kita masukkan premi asuransi Rp 100, nanti kita akan dapat kembali Rp 150,-. Mestinya secara umum, Rp 50 adalah objek pajak dengan tarif gradual maksimum 30%. Khusus untuk asuransi-asuransi yang sebut tadi, dibebaskan. Tujuannya untuk menghidupkan asuransi.

Kedua, yang terkena tarif final terhadap seluruh transaksi. Contohnya, saham perusahaan publik dan reksa dana saham. Dasar hukumnya adalah PP No. 14/1997, yang menyebutkan, besarnya pajak penghasilan (PPh) adalah 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi saham. Dan selanjutnya, hasil keuntungan dan penjualan kembali reksa dana saham berbentuk KIK tidak dikenakan oajak (SE no. 18/1999).

Firma atau partnership, kalau membagi laba bebas pajak. Misalnya Firma Hukum ABC & D, perusahaan berbentuk partnership yang terdiri dari lima orang. Perusahaan sendiri, kalau laba dan selama 10 tahun mendapat laba, membayar pajak 30%. Sisanya yang 70% dibagikan kepada para partners dan dibebaskan dari pajak.

Kalau bentuknya perseroan terbatas (PT), maka PT akan kena pajak 30%, dibagikan ke pemegang saham sebanyak 70% dalam bentuk dividen, kena pajak 35% lagi. Jika kita berinvestasi dalam saham di bursa saham , bayar pajak hanya 0,1%, untuk transaksi jual beli saham ( termasuk gain dari saham ) . Ini lebih menguntungkan dibandingkan dengan memperoleh deviden dari PT.

Contoh lain yang terkena tarif final terhadap seluruh transaksi adalah tanah dan bangunan. Kalau kita investasi atau memberli properti, aturan umumnya, kita beli misalnya dengnan harga RP 100.000.000,-. Lalu kita jual Rp 150.000.000,- sehingga ada untung Rp 50.000.000,-. . Dengan aturan PP 79/1999 dikenakan pajak sebesar 5% dari keseluruhan transasksi yaitu Rp 7.500.000,-. Jadi walaupun kita memperoleh keuntungan sebesar Rp. 50.000.000,- , atas keuntngan kita tidak dikenakan tarif pajak normal yang dapat mencapai 35 % atau sebesar Rp. 17.500.000,- sehingga tetap lebih hemat.

Ketiga, yang terkena tarif final terhadap penghasilan. Contoh, time deposit dan jenis tabungan lain, serta diskonto SB, terkena tarif final 20%.. Contoh yang lain adalah penyewaan tanah dan bangunan, terkena tarif final 10%. Sebetulnya, tarif final 10% ini merupakan salah satu sistem untuk menyederhanakan pemungutan pajak.

Keempat, penundaan pengenaan pajak. Ini yang kalau Anda seringa membaca Literatur-literatur asing, disebut tax shelter. Contoh adalah dana pensiun, di mana iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Iuran yang diterima oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan menteri keuangan, tidak termasuk objek pajak. Jadi, dana pensiunnya sendiri kalau mendapat pajak, belum dianggap sebagai penghasilan. Nanti pada waktu nasabah menerima pensiun, ia terkena tarif umum.

Untungnya di sini, waktu kita terima gaji, kita boleh mengurangkan premi-premi ke dana pensiun itu artinya, pada waktu terima gaji kita tidak perlu bayar pajak. Kita taruh di dana pensiun dikembangkan dan berkembang baik sehingga pada waktu pensiun kita terima kelebihannya. Di samping itu ada time value of money selama jangka waktu kita bekerja.

Kelima dan terakhir, yang terkena tarif umum yang diatur secara khusus. Contohnya, dividen dalam negeri yang kita bayar secara penuh. Walauoun, hanya dipotong dulu 15%, dan nanti kalau kita masukkan SPT (Surat Pemberithauan Pajak ) harus dibayar penuh.

www.pajakpribadi.com

Investasi dengan tarif pajak yang rendah

Ada berbagai jenis pajak yang terkait investasi portofolio, khususnya pajak penghasilan. Ada instrumen investasi yang bebas pajak, ada yang terkena tarif final terhadap keseluruhan transaksi, ada yang dikenakan tarif final terhadap penghasilan, ada juga pengenaan pajak yang tertunda. Terakhir, saya akan sampaikan jenis portofio yang terkena pajak dengan tarif umum.

Pertama, yang bebas pajak. Salah satunya adalah reksadana pendapatan tetap. Berdasarkan Undang-undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh) pasal 4 ayat 3 huruf j, bunga obligasi yang diperoleh reksa dana bukan objek pajak selama lima tahun. Artinya, sama dengan tidak kena pajak.

Sehingga, hasil keuntungan dari penjualan kembali reksa dana pendapatan tetap berbentuk kontrak investasi kolektif (KIK) tidak dikenakan pajak. Sayangnya, pemerintah mengusulkan untuk mencabut pembebasan ini. Tetapi paling tidak, selama 2006 ketentuan itu masih berlaku. Kita tidak tahu bagaimana tahun 2007. apakah DPR menyetujui pencabutan itu atau mempertahankan pasal ini agar tetap ada.

Selanjutnya, asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna dan beasiswa. Dasarnya adalah Pasal 4 ayat 33 UU PPh yang menyatakan pembayaran asuransi bukan objek pajak. Teori umumnya seperti ini, kalau kita masukkan premi asuransi Rp 100, nanti kita akan dapat kembali Rp 150,-. Mestinya secara umum, Rp 50 adalah objek pajak dengan tarif gradual maksimum 30%. Khusus untuk asuransi-asuransi yang sebut tadi, dibebaskan. Tujuannya untuk menghidupkan asuransi.

Kedua, yang terkena tarif final terhadap seluruh transaksi. Contohnya, saham perusahaan publik dan reksa dana saham. Dasar hukumnya adalah PP No. 14/1997, yang menyebutkan, besarnya pajak penghasilan (PPh) adalah 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi saham. Dan selanjutnya, hasil keuntungan dan penjualan kembali reksa dana saham berbentuk KIK tidak dikenakan oajak (SE no. 18/1999).

Firma atau partnership, kalau membagi laba bebas pajak. Misalnya Firma Hukum ABC & D, perusahaan berbentuk partnership yang terdiri dari lima orang. Perusahaan sendiri, kalau laba dan selama 10 tahun mendapat laba, membayar pajak 30%. Sisanya yang 70% dibagikan kepada para partners dan dibebaskan dari pajak.

Kalau bentuknya perseroan terbatas (PT), maka PT akan kena pajak 30%, dibagikan ke pemegang saham sebanyak 70% dalam bentuk dividen, kena pajak 35% lagi. Jika kita berinvestasi dalam saham di bursa saham , bayar pajak hanya 0,1%, untuk transaksi jual beli saham ( termasuk gain dari saham ) . Ini lebih menguntungkan dibandingkan dengan memperoleh deviden dari PT.

Contoh lain yang terkena tarif final terhadap seluruh transaksi adalah tanah dan bangunan. Kalau kita investasi atau memberli properti, aturan umumnya, kita beli misalnya dengnan harga RP 100.000.000,-. Lalu kita jual Rp 150.000.000,- sehingga ada untung Rp 50.000.000,-. . Dengan aturan PP 79/1999 dikenakan pajak sebesar 5% dari keseluruhan transasksi yaitu Rp 7.500.000,-. Jadi walaupun kita memperoleh keuntungan sebesar Rp. 50.000.000,- , atas keuntngan kita tidak dikenakan tarif pajak normal yang dapat mencapai 35 % atau sebesar Rp. 17.500.000,- sehingga tetap lebih hemat.

Ketiga, yang terkena tarif final terhadap penghasilan. Contoh, time deposit dan jenis tabungan lain, serta diskonto SB, terkena tarif final 20%.. Contoh yang lain adalah penyewaan tanah dan bangunan, terkena tarif final 10%. Sebetulnya, tarif final 10% ini merupakan salah satu sistem untuk menyederhanakan pemungutan pajak.

Keempat, penundaan pengenaan pajak. Ini yang kalau Anda seringa membaca Literatur-literatur asing, disebut tax shelter. Contoh adalah dana pensiun, di mana iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Iuran yang diterima oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan menteri keuangan, tidak termasuk objek pajak. Jadi, dana pensiunnya sendiri kalau mendapat pajak, belum dianggap sebagai penghasilan. Nanti pada waktu nasabah menerima pensiun, ia terkena tarif umum.

Untungnya di sini, waktu kita terima gaji, kita boleh mengurangkan premi-premi ke dana pensiun itu artinya, pada waktu terima gaji kita tidak perlu bayar pajak. Kita taruh di dana pensiun dikembangkan dan berkembang baik sehingga pada waktu pensiun kita terima kelebihannya. Di samping itu ada time value of money selama jangka waktu kita bekerja.

Kelima dan terakhir, yang terkena tarif umum yang diatur secara khusus. Contohnya, dividen dalam negeri yang kita bayar secara penuh. Walauoun, hanya dipotong dulu 15%, dan nanti kalau kita masukkan SPT (Surat Pemberithauan Pajak ) harus dibayar penuh.



www.pajakpribadi.com


Selasa, 17 November 2009

Jumat, 13 November 2009

Pajak Penghasilan atas Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek (Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1997 jo Keputusan Menteri Keuangan No. 282/KMK.04/19

Objek Pemotongan

Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi penjualan saham di bursa efek.

Tarif Pemotongan

Atas penghasilan yang diterima atua diperoleh dari transaksi penjualan saham di bursa efek dikenakan pajak bersifat final. Adapun tarif pemotongannya adalah sebagai berikut :

-0.1% (nol koma satu persen) dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan.

-Bagi pemilik saham pendiri dikenakan sebesar :

-0.1% x Nilai transaksi + 0.5% dari nilai sahampada 30 December 1996, dalam hal saham tersebut telah diperdagangkan dibursa efek sebelum 31 December 1996.

-0.1% x Nilai transaksi + 0.5% dari nilai saham pada saat IPO, dalam hal saham tersebut diperdagangkan dibursa efek pada atau setelah 1 January 1996.

Pendiri adalah orang pribadi atau badan yang namanya tercatat dalamdaftar pemegang saham atau tercantum dalam anggaran dasar sebelum pernyataan pendaftaran yang diajukan pada BAPEPAM dalam rangka penawaran umum perdana.

Saham Pendiri adalah saham yang dimiliki oleh para pendiri pada saat perusahaan mengajukan peryataan pendaftaran kepada BAPEPAM dalam rangka IPO termasuk :

- Saham dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan dan dibagikan setelah IPO kepada pendiri.

- Saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri yang masih dimiliki pendiri.

Tidak termasuk dalam saham pendiri adalah saham yang diperoleh pendiri dari :

-Pembagian dividen dalam bentuk saham setelah IPO.

-Pelaksanaan hak pemesanan efek terlebih dahulu, warrant, obligasi konversi dan efek konversi lainnya setelah IPO.

-Perusahaan reksadana.

-Berupa saham bonus dari kapitalisasi agio setelah IPO yang telah dilunasi tambahan PPh sebesar 0.5% atas saham pendirinya oleh pemegang saham pendiri.

Penyetoran Pajak penghasilan yang terhutang selambat-lambatnya 1 bulan setelah saham diperdagangkan di bursa efek.

JIka pengenaan tambahan PPh sebesar 0,5% tersebut tidak disetor sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, maka atas penghasilan berupa capital gain dari penjualan saham pendiri tersebut dikenakan PPh dengan tarif umum Pasal 17 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (tidak final). Dalam hal ini wajib pajak juga diperkenankan memilih menghitung PPh atas penjualan saham pendiri dengan tarif pasal 17 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dikalikan dengan capital gainnya.

Penyetoran tambahan PPh 0,5% atas saham pendiri tersebut harus dilakukan oleh emiten dengan menggunakan satu SSP final untuk penyetoran tambahan seluruh saham pendiri. SSP tersebut diisi dengan NPWP Emiten.

Pelaporan ke KPP atas penyetoran tambahan PPh 0,5% atas saham pendiri dilakukan oleh emiten, selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan penyetoran, laporan tersebut setidaknya memuat nama dan NPWP pemilik saham pendiri, nilai saham, PPh terutang dan tanggal penyetoran pajak dengan dilampiri SSP lembar ke-3

Emiten juga harus melaporkan penyetoran tambahan PPh 0,5% tersebut kepada penyelenggara bursa efek, agar untuk selanjutnya atas penjualan saham pendiri tersebut hanya dikenakan PPh sebesar 0,1%.

Penyelenggara bursa efek wajib :
Memotong PPh yang terutang melalui perantara perdagangan efek pada saat pelunasan transaksi penjualan saham = 0,1% x harga jual.

Menyetor PPh ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah transaksi penjualan saham.

Melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh ke KPP setempat selambat-lambatnya tanggal 25 bulan yang sama dengan bulan penyetoran.

Lihat PP NOMOR 41 TAHUN 1994 dan PP NOMOR 14 TAHUN 1997